Stoisisme merupakan filsafat Yunani Kuno yang menekankan bagaimana manusia tetap hidup bahagia dalam situasi kehidupan yang menjengkelkan, ruwet, dan menyebalkan ini. Dalam stoisisme filsuf-filsuf seperti Seneca, Epictetus, Marcus Aurelius dan filsuf lainnya yang berkenaan dengan pengajaran menghadapi hidup melalui stoisisme, mengajarkan tentang bagaimana menemukan kebahagiaan dalam diri manusia dengan menerima apa pun yang terjadi sebagai kehendak alam, karena dalam diri manusia ada hal- hal yang berada di bawah kendalinya dan ada juga yang berada di luar kendalinya.
Ketidakbahagiaan adalah manifestasi dari emosi negatif yang bersifat destruktif yang berasal dari penolakan terhadap kehendak alam, sering kali manusia yang merasa bahwa dirinya sedang ditimpa keadaan yang menjengkelkan dan tidak mengenakan tak jarang ia membawa interpretasi buruk dalam dirinya. Sehingga, ia akan merasa takut, kesal, sedih, marah, kecewa, insecure dan diikuti dengan tindakan implusif yang sebenarnya tidak perlu untuk dilakukan.
Padahal yang membuat rasa takut, kesal, sedih, marah, kecewa, dan insecure manusia bukanlah sesuatu itu sendiri, akan tetapi penilaian mereka tentang hal tersebut. Rasa takut, kesal, sedih, marah, kecewa, dan insecure bukanlah hasil dari sesuatu yang terlihat menakutkan, menyedihkan atau mengecewakan, melainkan penilaian tentang sesuatu tersebutlah yang membuat manusia tertekan. Namun, ketika manusia memahami pengetahuan penuh tentang apa yang mungkin terjadi, dia akan menyadari bahwa manusia harus melawan dan menghadapi sesuatu yang akan terjadi tanpa rasa takut. Dengan demikian, manusia bisa terus melangkah dalam hidup dan melepaskan segala konsepsi bagaimana segala sesuatu mestinya berjalan dan menerima segala sesuatu itu apa adanya, termasuk yang paling menakutkan, mengecewakan ataupun menyedihkan.
Dalam serial anime Naruto, terdapat salah satu Shinobi yang selalu memikirkan segala sesuatu tentang apa yang mungkin terjadi, yakni Shikamaru Nara yang terkenal dengan teknik jutsu bayangannya. Shikamaru dikenal pandai dalam hal merancang strategi pertempuran, tidak hanya itu ia juga pandai dalam memikirkan beberapa langkah ke depan dalam menjalani kehidupan. Hal itu, karena Shikamaru sering melatih kemampuan berpikirnya melalui permainan Shogi atau Catur Jepang yang dibalut dengan filsafat stoisisme.
Stoisisme dalam diri Shikamaru berlandaskan pada filosofi permainan Shogi yang sering ia mainkan. Ketika sedang bermain Shogi jika kita mendengarkan orang lain, maka kita tidak akan pernah fokus untuk menang dan konsentrasi akan terbagi karena ada intervensi pemikiran dari orang lain. Sama halnya ketika kita hidup di dunia ini jika hanya menerima pendapat orang lain yang belum tentu benar atau kita tidak memfilter pendapat orang lain, maka kita tidak akan pernah mencapai puncak kemenangan manusia, yakni kebahagiaan. Karena pendapat atau persepsi orang lain belum tentu benar untuk diri kita, sehingga kita tidak perlu mendengarkan pendapat orang lain tentang hidup kita.
Dalam kehidupannya, Shikamaru meyakini bahwa kekuasaan tertinggi terletak dalam dirinya. Hidup ini memang sangat merepotkan dan kadang mengenaskan, namun harus tetap dijalankan walaupun rintangannya sudah menanti.
Bagi Shikamaru hanya orang bodoh saja yang berbicara tentang sesuatu di luar dirinya dan bagi Shikamaru menjadi diri sendiri akan membuat manusia baik-baik saja, maka dari itu jangan ikut mengurus urusan hidup orang lain, uruslah saja dirimu sendiri, begitu pun jangan mau hidup itu diurusi oleh orang lain karena kitalah yang hanya dapat mengurus hidup kita sebaik-baiknya.
Kebahagiaan dan kemampuan menyeimbangkan makna hidup hanya dapat dikendalikan oleh individu yang merdeka. Di setiap situasi, bahkan saat kita merasa tidak ada kendali sekalipun, selalu ada bagian dalam diri kita yang tetap merdeka, yakni pikiran dan persepsi. Bagi Shikamaru terlepas dari keterbatasan manusia, manusia itu dapat menjadi berguna, oleh karenanya kita adalah kita, mereka adalah mereka, dia adalah dia, dan aku adalah aku soal siapa yang paling hebat dan keren itu tidak penting, karena Shikamaru hanya percaya pada dirinya untuk orang lain tanpa mendengarkan orang lain terlebih dahulu.
Karena filosofi rasional Shikamaru tidak merepotkan diri dengan pertanyaan apakah pribadi lain di dalam diri kita yang secara buruk digambarkan sebagai bayangan, justru menaruh simpati kepada rencana-rencana dan tujuan-tujuan alam sadar kita, karena baginya orang lain tidak pernah tahu bahwa di dalam dirinya ada sebuah bayangan nyata yang keberadaannya tertanam di dalam sifat naluriah manusia.
Terdapat sifat naluriah manusia yang sudah tertanam dan ada suatu panggilan alam untuk memenuhi peran manusia, bahkan Shikamaru mengimani bahwa hidupnya tidak akan pernah cukup jika hanya mengandalkan keberuntungan dan mempercayai pendapat orang tanpa memfilternya.
Shikamaru pernah berkata bahwa jika orang tidak mengharapkan apa pun yang menarik dari pertempuran, tidak masuk akal bagi Shikamaru untuk memilikinya. Sama halnya ketika kita insecure ketika melihat orang lain mempunyai ini itu atau bisa begini dan begitu, jika kita tidak mengetahui apa maksud dari ketika kita memiliki ini itu atau bisa begini dan begitu, lantas untuk apa kita ingin memilikinya dan tindakan insecure atau lebih parahnya kecewa akan hidup yang begini-begini saja atau keputusasaan dirasa tidak perlu untuk dilakukan.
Keputusasaan tidak akan pernah mewujudkan kepuasan hidup, karena kepuasan hidup dapat dicapai jika melawan keputusasaan akan hidup yang merepotkan, menyebalkan, bahkan tidak adil ini. Karena sebenarnya bukan hiduplah yang tidak adil, tetapi kita yang tidak pernah adil kepada peran dan porsi kita, kita terlalu mendengarkan opini orang lain dan melihat persepsi orang lain.
Sejatinya diri kita adalah sebuah fenomena eksepsi relatif dan istimewa, maka sifat yang mengkarakterisasikan individu bukanlah sifat yang membumi dan umum, melainkan sifat yang khas. Seseorang tidak harus dipahami sebagai satuan unit yang berulang, melainkan sesuatu yang khas dan tunggal, yang pada akhirnya dia tidak dapat dipahami atau diperbandingkan dengan sesuatu yang lain.
Lalu stoisisme Shikamaru perlu dicontoh oleh para pembaca, walaupun hidup itu kadang menyebalkan dan tidak sesuai dengan ekspektasi kita, kita tetap wajib berjalan dan menghadapi semuanya dengan tenang dan terbebas dalam persepsi atau opini orang, karena itu di luar diri kita dan tidak bisa kita kendalikan. Bahkan Shikamaru pernah berujar bahwa dia hanya ingin hidup seperti awan bisa bebas dan tenang, ketika dirinya tua nanti dia ingin mempunyai istri dan dua anak saja, yang satu laki-laki dan satunya perempuan, lalu ia ingin meninggal terlebih dahulu dan begitulah kehidupannya berlangsung.
Namun, Shikamaru percaya bahwa semuanya itu tidak mudah dan merepotkan. Maka, kita perlu mempunyai fondasi untuk wujud kehidupan kita tanpa melihat kehidupan orang lain, karena manusia sendiri mempunyai porsi masing-masing dalam hidupnya. Oleh karena itu, semoga kita dijauhkan dari penglihatan dan pendengaran orang lain yang dapat membuat kita insecure. Insecure sendiri merupakan ciri manusia yang menerima keputusasaan dan dia tidak akan pernah mencapai kepuasan bahkan menginjak tujuan manusia, yakni kebahagiaan.
Penulis: Hery Prasetyo Laoli
Hery Prasetyo Laoli merupakan Mahasiswa Filsafat Islam yang minat kajiannya kebahagiaan dunia akhirat dan terinspirasi dari happy ending setiap anime walaupun awalnya terlihat membingungkan. Pernah berpikir ingin hidup abadi, namun tidak jadi. Dapat dihubungi lewat Instagram di @herynisme