Merefleksikan Bagaimana Seharusnya Menjadi Manusia Melalui Anime Vinland Saga

Merefleksikan Bagaimana Seharusnya Menjadi Manusia Melalui Anime Vinland Saga

Manusia adalah makhluk istimewa yang dibekali akal dan pikiran untuk menjalani kehidupannya. Dengan akal dan pikirannya, manusia berhak menentukan setiap pilihan yang nantinya akan menentukan masa depan kehidupannya. Apabila memaksimalkan kemampuan yang dimiliki oleh akal dan pikiran, maka bukan tidak mungkin kehidupan manusia adalah kehidupan yang benar-benar berdasarkan pilihan yang dibuatnya sendiri. Namun, akan menjadi sebuah permasalahan ketika dalam menentukan pilihan-pilihan tersebut, manusia hanya memikirkan dirinya sendiri dan tidak mengindahkan manusia lainnya. Seperti kita tahu, bumi ini dihuni oleh berbagai macam makhluk hidup, berbagai macam kepribadian, keragaman latar belakang, sampai perbedaan kepentingan. Ketika semua manusia hanya berkutat pada kepentingannya sendiri dengan tidak mengindahkan manusia lain, layaklah apabila manusia telah kehilangan kemanusiaannya.

Ketika hal tersebut terjadi, maka kita hanya menjadikan manusia lain sebagai objek semata. Kita hanya ingin mencari keuntungan dari diri orang lain dalam rangka memuaskan hasrat pribadi. Padahal, sejatinya manusia adalah subjek. Dengan demikian, semua hanyalah soal “aku”. Semua hanya untuk memuaskan “aku”. Kalau kita meminjam peristilahan Martin Buber (1878- 1965), ada dua konsep “aku” yang digagas olehnya. Pertama adalah I and Thou dan yang kedua adalah I and It. I and Thou bisa kita sebut juga dengan I and You, adalah hubungan seseorang dengan orang lain dalam artian hubungan antara “aku” dengan “aku” yang lainnya, atau sederhananya hubungan subjek dengan subjek. Hubungan seperti ini menandakan adanya hubungan timbal balik di antara keduanya yang terjadi secara langsung dan intens.

Baca Juga  Jujutsu Kaisen: Tentang Perempuan dan Feminisme

Sedangkan, I and It adalah hubungan seseorang dengan benda. Kenapa benda? Sebab dalam hubungan ini, “aku” memperlakukan “aku” yang lainnya sebagai objek semata selayaknya benda. Tidak ada hubungan timbal balik di sini dan terkesan menimbulkan jarak di antara keduanya.

Vinland Saga merupakan salah satu serial animasi Jepang yang cukup menarik untuk ditonton karena sarat akan nilai sejarah, terutama tentang kisah penaklukan oleh bangsa Viking. Cerita Vinland Saga berfokus pada dua karakter utama, yaitu Thorfinn dan Askeladd. Thorfinn adalah anak dari Thors Snorreson, seorang komandan Jomsviking yang sangat kuat dan tangguh. Singkat cerita, Thors dibunuh secara tidak adil dan curang oleh Askeladd dan pasukannya atas perintah seseorang. Thorfinn yang saat itu masih kecil, sangat marah dan menaruh dendam teramat sangat terhadap Askeladd karena telah membunuh ayahnya tepat di depan matanya sendiri.

Thorfinn kemudian menyusup ke dalam kapal yang dibajak oleh Askeladd dan kisahnya pun dimulai dengan menjadi salah satu pasukan Askeladd. Thorfinn rela menjadi bawahan Askeladd karena ia dijanjikan untuk membalaskan dendamnya kepada Askeladd melalui duel, dengan syarat Thorfinn harus menuntaskan misi yang diperintahkan kepadanya terlebih dahulu. Dengan tekad bulatnya untuk membalas dendam kepada Askeladd, Thorfinn selalu berhasil dalam setiap misinya.

Baca Juga  Dr. Stone dan Kode Etik ilmuwan dan akademisi pada masa kini

Namun sayang, berkali-kali duel dengan Askeladd pula ia selalu kalah. Sampai pada akhirnya, Askeladd mati dibunuh karena Askeladd menggila di sebuah acara pembagian hadiah dari raja. Thorfinn yang menyaksikan peristiwa tersebut sangat tidak terima kalau Askeladd tidak mati di tangannya. Sebelum mati, Askeladd tersenyum dan melontarkan pertanyaan “Apa tujuan hidupmu setelah aku mati, Thorfinn? Apa yang akan kamu lakukan?” Melalui serial Vinland Saga, kita dapat melihat bahwa Thorfinn kecil tumbuh menjadi seorang remaja kacau dan brutal karena dalam dirinya dipenuhi “keakuan” yang mengacaukan pikirannya. “Keakuan” yang terpatri dalam dirinya itu karena pikirannya hanya berisi ambisi untuk membunuh Askeladd. Kekalutan tersebut membuatnya lupa akan bagaimana seharusnya tumbuh menjadi seorang remaja yang banyak teman, ceria, dan visioner.

Sampai Askeladd melontarkan pertanyaan “Apa tujuan hidupmu setelah aku mati, Thorfinn? Apa yang akan kamu lakukan?” pada akhir hayatnya, Thorfinn terdiam penuh amarah dan frustrasi. Hal tersebut menandakan bahwa selama ini pikirannya hanya tentang ambisi untuk membunuh Askeladd, tetapi setelah mengetahui bahwa Askeladd tidak mati di tangannya, ia kehilangan tujuan hidupnya dan hanya bisa berteriak. Thorfinn telah tenggelam dalam “keakuan” dan kekalutan pikirannya. Tanpa Thorfinn sadari, kehidupan remajanya telah dieksploitasi oleh Askeladd. Askeladd yang sangat tahu isi pikiran Thorfinn, memanfaatkannya dengan menjadikannya sebagai mata-mata bagi pasukannya.

Baca Juga  Menepis Stigma Ilmu Soshum Melalui Serial What If

Askeladd sangat tahu potensi besar yang dimiliki oleh Thorfinn dan kemudian ia manfaatkan untuk kebermanfaatan dirinya dan pasukannya. Jelas terlihat bahwa hubungan yang terbangun di antara keduanya adalah hubungan I and It karena Askeladd memperlakukan Thorfinn selayaknya sebuah benda yang dapat dipakai untuk memenuhi dan memuaskan ambisinya sebagai komandan pasukan. Dari kisah serial animasi Vinland Saga, dapat kita mengerti bahwa “aku” dan “pikiran” saling terkait satu sama lain. Mereka tidak bisa berjalan terpisah, melainkan harus berjalan beriringan. Dengan begitu, manusia tidak kehilangan sisi manusianya. Justru, ia akan semakin menjadi manusia apabila mampu menjalankan keduanya dengan baik dan seimbang. Terlebih lagi, menjadi manusia artinya adalah memperlakukan manusia lain dengan layak seperti halnya memperlakukan diri sendiri.

Penulis: Anugerah Paska

Seorang flank kiri yang jarang bermain futsal, namun selalu siap untuk mempermainkan pertahanan lawan.