Para pecinta anime pasti familiar dengan serial Naruto. Sebuah serial anime yang menceritakan tentang seorang ninja bernama Naruto yang memiliki cita-cita menjadi ninja terkuat dan pemimpin di desanya. Selain menyuguhkan adegan aksi, konflik, dan drama yang seru, anime ini juga memiliki satu hal yang sangat menarik untuk dibahas, yaitu proses politik dalam pemilihan kepala desa atau di anime ini disebut dengan gelar Hokage.
Kita semua yang sudah dewasa pasti pernah berpikir bahkan menuding bahwasanya dalam pemilihan orang nomor satu di Konoha ini disinyalir kental dengan nuansa nepotisme. Tengok saja, setelah wafatnya Hashirama, posisi jabatan Hokage selalu diisi oleh orang-orang yang memiliki kedekatan dengan sang pemimpin, baik secara langsung melalui hubungan darah atau hubungan antara guru dan murid.
Mari kita kupas satu per satu. Setelah wafatnya Hashirama sang pendiri Desa Konoha, tongkat estafet kepemimpinan dipegang oleh Tobirama yang tidak lain dan tidak bukan adalah adik kandung dari Hashirama. Kemudian sebelum Tobirama tewas di medan tempur, ia menyerahkan jabatan Hokage kepada muridnya sendiri yaitu Hiruzen. Puluhan tahun menjabat sebagai Hokage, Hiruzen akhirnya memutuskan untuk untuk pensiun dan menunjuk Minato, yang merupakan murid dari Jiraiya (Jiraiya adalah murid Hiruzen), untuk menjadi penggantinya.
Di masa kepemimpinan Minato inilah terjadi peristiwa yang sangat terkenal yaitu serangan Kyuubi ke Desa Konoha yang menewaskan sang Yondaime beserta istri, meninggalkan anak semata wayang mereka dalam asuhan Hiruzen.
Setelah kematian Minato, Hiruzen mengambil kembali mandat untuk memimpin desa sampai akhirnya ia tewas saat berhadapan dengan Orochimaru. Kekosongan jabatan ini membuat Tsunade, yang adalah cucu dari Hashirama, naik menjadi Hokage. Setelah Tsunade, jabatan Hokage diemban oleh Kakashi yang merupakan murid dari Minato. Pada akhirnya di era sekarang ini, jabatan Hokage dipegang oleh Pak Kades tercinta, yaitu Naruto, yang lagi-lagi mengandung unsur relasi guru-murid dengan Hokage keenam, sama seperti para pendahulunya.
Politik dinasti dapat dimaknai sebagai sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih memiliki hubungan keluarga atau kerabat dekat. Politik semacam ini biasanya dipraktikkan pada sebuah negara yang menganut sistem monarki. Hal ini dimaksudkan agar kekuasaan tetap berada dalam lingkungan keluarga.
Di alam demokrasi di mana kita hidup sekarang ini, politik dinasti semacam itu merupakan hal yang (seharusnya) tabu untuk dilakukan karena dinilai melanggar etika politik. Akan tetapi, hal yang demikian belum tentu diamini di dunia Naruto. Berikut adalah beberapa alasan mengapa politik dinasti dalam kontestasi pemilihan Hokage dapat terjadi: pertama, berdasarkan Undang-Undang atau Peraturan yang berlaku di Konoha, tidak terdapat syarat maupun ketentuan yang melarang kerabat ataupun keluarga dari aparatur negara untuk mencalonkan diri di ranah politik.
Kedua, faktanya fenomena dinasti politik lazim terjadi di dunia Naruto, seperti dalam pemilihan Kazekage, Mizukage, maupun Raikage. Dengan fakta yang ada tersebut membuktikan bahwasanya dinasti politik akan terus ada. Sejatinya, melalui institusi yang kuat, pengawasan ketat, serta keseimbangan dalam pemerintah, dinasti politik tidak selalu bersifat negatif.
Ketiga, dinasti politik memiliki peran sebagai proses mentorship yang mana tokoh politik akan memberikan arahan, pembelajaran, maupun pengalaman secara langsung kepada anggota keluarga atau kerabatnya. Hal ini akan memunculkan dampak positif bagi pembekalan kepemimpinan calon pemimpin yang mana sudah dibekali ilmu sebelumnya lewat pengalaman kepemimpinan dari pihak keluarga atau kerabat. Dari hal-hal yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwasanya dinasti politik yang ditudingkan kepada para pejabat Hokage tidak dapat dikatakan sebagai nepotisme sebab dalam prakteknya tidak melanggar hukum yang berlaku di Konoha serta tidak merugikan desa.
Hal ini didukung dengan tidak adanya norma hukum yang membatasi terbentuknya dinasti politik dan pemilihan pemimpin desa berdasarkan kedekatan hubungan merupakan hal yang lazim dan wajar terjadi.
Namun secara hakikatnya di dunia nyata, perbuatan yang dilakukan oleh Tobirama beserta para Hokage seterusnya telah melanggar etika politik dan etika kepemimpinan. Yang mana mekanisme tersebut jika terjadi di dunia nyata akan rentan terhadap tindakan-tindakan yang kurang baik seperti kemungkinan terjadinya korupsi, kolusi, serta nepotisme di masa mendatang.
Penulis: Dark Exorcis
Dark Exorcis adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Publik (dahulu dikenal sebagai Ilmu Administrasi Negara) yang memiliki minat pada pengisi suara (seiyuu) anime khususnya franchise BanG Dream! dan merupakan satu-satunya wibu yang exist di fakultasnya. Memiliki cita-cita untuk berkuliah di Jurusan Sastra Jepang namun tidak mendapat restu orang tua. Dapat dihubungi lewat instagram @darkexorcis.bandori.corner