Kita tak pernah tahu hasil akhir dari sebuah perjudian, apakah menang, kalah, atau seri. Meskipun kita punya seribu pilihan untuk melangkah, kemenangan tetap tak bisa dipastikan. Pengalaman saja tak pernah cukup, sebab kartu yang kita miliki tak pernah menentu. Layaknya suatu perjudian, kehidupan pun penuh dengan absurditas. Ketidakpastian ini ini membawa kita untuk terus menelusuri jawaban dari tiap-tiap pertanyaan dalam kehidupan, lewat kebenaran yang diyakini masing- masing individu atau kelompok. Kebenaran itu hadir dari berbagai narasi, seperti ilmu pengetahuan, agama, ataupun kepercayaan lokal yang yang terbentuk dari bermacam diskursus.
Kendati demikian, manusia tak pernah benar-benar tahu, mana kebenaran yang harus diyakini bersama sehingga menjadi kebenaran fungsional.
Di samping itu, manusia selalu didorong untuk terus bertahan hidup, bagaimanapun caranya, se-absurd apa pun keadaannya. Tak ada yang menentukan secara pasti, pilihan yang harus kita pilih di tengah ketidakpastian ini. Seperti Jabami Yumeko yang memilih untuk mengedepankan kepuasan hasratnya melebihi apapun. Bahkan tanpa disadari, pilihannya ini mampu menggoyangkan suatu sistem yang telah mapan. Jabami Yumeko adalah pemeran utama dalam serial anime Kakegurui. Dengan judul yang sama, anime ini diadaptasi dari manga yang ditulis oleh Homura Kawamoto, kemudian ditulis ulang oleh Yasuko Kobayashi, dan dianimasikan oleh MAPPA. Kakegurui rilis pada 2017 dan berlanjut di musim kedua yang rilis pada 2019 lalu.
Bercerita tentang anak pindahan bernama Jabami Yumeko yang masuk Akademi Hyakkaou, sekolah yang diisi oleh siswa kelas menengah ke atas. Namun, ada yang unik dari akademi ini, yakni berjudi yang telah menjadi suatu budaya.
Tiap jam istirahat, pulang sekolah, bahkan jam-jam kosong, murid-muridnya selalu berjudi. Bukan kecerdasan akademik yang mesti ditonjolkan dari seorang murid di hadapan teman-temannya, tapi keahlian dalam mengatur strategi di meja judi. Dalam anime ini, seorang murid dapat meraih popularitas dan dihormati hanya karena ia selalu menang judi. Sebaliknya, seseorang juga dapat menjadi budak hanya karena ia selalu kalah dan banyak hutang.
Kelompok terakhir ini diwajibkan memakai kalung sebagai identitas. Kalung ini menjadikan pemiliknya disebut sebagai “kucing” (bagi perempuan), dan “babi” (bagi laki-laki). Sistem ini dibentuk dan dilanggengkan oleh kelompok yang memiliki legitimasi sebagai OSIS, kelompok yang dianggap sebagai dewa-dewi judi.
Di tengah situasi ini, Jabami Yumeko hadir sebagai murid pindahan penggila judi yang sangat handal, terlihat saat matanya merah menyala ketika mendengar akademi tersebut yang populer akan perjudiannya.
Dalam Akademi tersebut, segala kegiatan dapat dijadikan media perjudian. Segala hal pula dapat dipertaruhkan, seperti bola mata, bahkan nyawa. Seperti ketika Jabami menjudikan sesuatu yang hanya mengandalkan keberuntungan sepenuhnya, tetapi bagi yang kalah harus menembakkan pistol ke kepalanya sendiri. Atau ketika Jabami nekat mempertaruhkan dirinya sendiri sebagai taruhan. Di balik taruhan-taruhan gila itu, Jabami justru makin sumringah untuk berjudi. Baginya, judi adalah kesenangan paling tinggi dalam hidupnya, terlebih ketika ia dapat berjudi dengan murid yang diakui sebagai pejudi handal. Semakin hebat lawannya, semakin bernafsu ia untuk mengalahkannya. Satu-persatu lawan yang memiliki status pun dikalahkan, termasuk para anggota OSIS. Padahal, teman-temannya sudah memperingatkan Jabami untuk tidak menantang OSIS. Namun, kenyataannya, strategi dan kecurangan para anggota OSIS dalam berjudi, mampu dibongkar Jabami dengan mudah. Bahkan, meski digambarkan sebagai murid lugu, ramah, dan mudah bergaul dengan siapa saja, ia akan fasih mencaci lawan, termasuk anggota OSIS yang bermain curang di hadapannya.
Hal yang menarik dari anime ini adalah ketika semua perjudian yang Jabami mainkan, selalu dilandasi oleh hasrat untuk mencari kesenangannya semata, bukan untuk menghancurkan sistem, membela seseorang yang dibudaki, atau embel-embel ‘kemanusiaan’ lainnya. la bukan pahlawan atau seseorang yang dirasuki aktivisme penuh jargon, seperti kebanyakan tokoh film atau serial pada umumnya. Semua ia lakukan untuk memenuhi kepentingan dirinya sendiri. Ia mencintai judi seperti ia mencintai hidupnya, menantang siapa saja demi memenuhi kepuasan hidup.
Namun, usaha yang dilandasi atas kepentingan pribadinya ini, ternyata mampu menggoyangkan posisi OSIS yang memiliki status kekuasaan. Nampak ketika terjadi kekacauan dalam internal OSIS, di mana para anggotanya harus mundur dari posisi tersebut. Dari seorang Jabami ini, kita dapat melihat perjuangan dan pilihan-pilihan gila yang ia ambil, tanpa merasa takut akan kegagalan. la yakin dengan potensinya, sehingga berani untuk memperjuangkan kepuasan dalam hidup, ditengah ketidakpastian menang atau kalah, dan jalan seperti apa yang harus ia ambil.
Bukankah masyarakat saat ini selalu dihadapi dengan keterasingan, di mana tiap orang terpaksa menjalani suatu hal yang sebenarnya membelenggu potensi dan kebahagiaannya sendiri? Bukankah ini pula yang akhirnya menciptakan rasa takut tiap individu dalam mengambil keputusan? Padahal, keterasingan itu sendiri merupakan hasil dari konstruksi sosial yang tercipta bukan atas kebenaran yang disepakati bersama. Inilah alasan yang tepat mengapa Jabami Yumeko terus menantang murid-murid yang dianggap pejudi handal. Dengan mengenali strategi lawan, ia hanya ingin mencintai hidupnya, memperjuangkan kebahagiaannya, tanpa dirundung rasa takut akan kekalahan.
Penulis: Hastomo Dwi Putra
Hastomo Dwi Putra, mahasiswa Pendidikan Sejarah di Universitas Negeri Jakarta. Saat ini, saya tengah berjibaku dengan dunia kejurnalistikan dan mengambil posisi sebagai Pemimpin Redaksi di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Didaktika UNJ. Meskipun terbilang mahasiswa semester akhir, saya masih aktif dan bersenang-senang dalam komunitas literasi TIKI-TAKA. Saya memang sulit ditemui. Tapi kalau mau ngobrol dan ngopi, silahkan DM akun Intagram saya @hastomodwp.