Langit bersih dan terang di East Blue. Hari yang baik untuk memulai pelayaran saat kita menyaksikan seorang pria berambut pirang dengan alis yang aneh dan bersetelan rapi memulai petualangan bersama teman-teman barunya. Sanji menaiki kapal Monkey D. Luffy dengan membawa kompas moral yang diajarkan oleh Chef Zeff, seorang koki bekas bajak laut yang merawatnya sedari bocah agar jangan pernah sekalipun ia, dalam kondisi bagaimanapun mengayunkan tendangan pada perempuan yang ditemuinya.
Nilai-nilai itu pula yang membuat Sanji memandang Robin dan Nami, Nakama satu kapalnya, sebagai bagian dari kru yang harus selalu ia lindungi layaknya barang pecah belah yang ringkih.
Sekilas mungkin terlihat nyaris tidak ada yang salah dari itu semua. Sanji dikenal luas sebagai seorang yang tidak hanya pandai menyulap monster laut menjadi hidangan lezat, ia juga seorang petarung pilih tanding. Namun alih-alih mempergunakan kemampuannya untuk keselamatan dirinya sendiri, ia menjadikannya sebagai perangkat untuk membantu sesama, menolong mereka yang lebih lemah. Sampai kemudian kru Bajak Laut Topi Jerami bertemu dengan perempuan-perempuan yang bersiap untuk menghambat, menangkap, atau bahkan membunuh mereka dalam perjalanan menemukan One Piece.
Pada arc Enies Lobby, kru Topi Jerami yang sedang berusaha untuk menyelamatkan Robin yang disekap harus saling berhadapan dengan pasukan khusus Angkatan Laut bernama Cipher Pol 9. Di sana Sanji yang ditugaskan untuk mengambil kunci dalam usaha membuka borgol yang menahan Robin dihadang oleh Califa, salah seorang anggota CP9.
Di atas kertas, Sanji bisa saja menang mudah melawan Califa dan merebut kunci yang telah dirampas. Tetapi Sanji adalah Sanji dan Jalan Bajak Lautnya mengatakan kalau dia tak seharusnya menghajar seorang perempuan. Setelah remuk redam akibat serangan-serangan Califa, Sanji ditemukan oleh Nami dan Chopper dalam kondisi memilukan. Saat melihat itu, Nami seketika tahu apa yang sedang terjadi. “Dasar bodoh! Bodoh! Jika melarikan diri bertentangan dengan prinsipmu, setidaknya singkirkan itu kali ini. Apa gunanya prinsipmu jika kau mati sia-sia.”
Apa yang ditunjukkan oleh Sanji memiliki nama lain. Orang-orang menyebutnya Toxic Masculinity (Maskulinitas Beracun). Maskulinitas, secara luas dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari karakter, cara hidup, dan bagaimana seorang laki-laki bersikap.
Sifat-sifat seperti kekuatan, ketangguhan, kendali, agresif, mandiri, menjadi sedemikian wajib dimiliki oleh seorang laki-laki. Hal ini mau tak mau mengkondisikan seorang laki-laki untuk tidak terlalu mengekspresikan emosinya. Karenanya kita hampir selalu menemukan komentar negatif ditujukan kepada laki-laki yang terang-terangan menangis di depan umum. secara
Tetapi apa sebenarnya yang dibutuhkan seseorang untuk bisa disebut sebagai laki-laki yang “utuh”? Nyatanya, walau seringkali sifat-sifat maskulinitas dianggap memiliki makna yang positif, ia juga punya sisi berbahaya yang jarang dibicarakan.
Dalam kasus Sanji, prinsip maskulin yang dia pegang mengantarkan dia dan bahkan juga teman-temannya pada posisi yang mengancam nyawa.
Tetapi bagian terbaik dari menjadi manusia adalah kita selalu bisa mengoreksi apa-apa yang dulu kita anggap absolut dan tak terpatahakan. Di Arc Wano, tepatnya di chapter 1005, Sanji yang terkena tipu muslihat Black Maria, tak bisa berbuat apa-apa karena ditawan oleh jaring laba-laba Black Maria.
Memanfaatkan kelemahan Sanji, anak buah Kaido itu pun memaksanya untuk memanggil Robin. Sanji yang dulu mungkin akan lebih memilih mati ketimbang minta tolong, terlebih kepada Robin.
Kita bisa melihat perubahan cara pandang Sanji dengan gamblang ketika dia dengan nyaris putus asa dan tampang memelas berteriak memanggil Robin. Di titik ini, dia tak lagi malu meminta pertolongan kepada Robin, orang yang dulu ia anggap sebagai yang harus selalu dia jauhkan dari mara bahaya.
Ini tentu tidak mudah bagi dia mengingat bagaimana para Kru Topi Jerami selalu berpegang teguh pada nilai-nilai yang mereka percayai sejak kecil. Tetapi keinginan mereka untuk selalu berkembang membawa mereka merefleksikan kembali ajaran-ajaran yang mereka peroleh selama ini dan tak segan untuk membuangnya apabila itu dianggap bakal menghambat mereka. Sedikit demi sedikit. Pada akhirnya, walau mungkin masih banyak virus-virus Maskulinitas Beracun yang mengalir di pembuluh darah Sanji.
Tetapi dari peristiwa ini Oda Sensei menggambarkan betapa nilai-nilai ideal dalam kepala seseorang tidak kaku dan bisa berubah kapan saja. Dan dari momen kecil ini, kita sama-sama tahu, bahwa kisah Sanji masih jauh dari selesai
Penulis: Rijal
Rijal merupakan seorang salaryman yang belum bisa move on dari anime tahun 2000-an awal. “Melesatlah, Magnum Saber!”!