Bukti konkrit Kesalehan Sosial Uciha Itachi

Bukti konkrit Kesalehan Sosial Uciha Itachi

Uchiha Itachi memang sudah menunjukkan kesalehannya sedari kecil; tidak hanya dimensi kesalehan personal yang ia pegang dalam menjalani hidupnya, tetapi juga dimensi kesalehan sosial sebagai pelengkap kesalehan personal yang ia miliki. Kesalehan sosial sendiri adalah nilai yang memandang hubungan antar manusia juga penting dalam berkehidupan untuk menciptakan kebaikan bersama yang berkelanjutan, tidak hanya kebaikan untuk diri sendiri, kesalehan sosial memandang lebih luas kebaikan yang bisa diberikan dan diterima oleh umat manusia.

Bagi Itachi, tidak komplit rasanya bila seorang individu hanya memiliki kesalehan personal tanpa menumbuhkan dimensi sosialnya, karena baginya, kesalehan yang ideal adalah kesalehan yang menyinergikan antara dimensi personal dan sosial.

Mau bagaimana pun, dalam hidup, Itachi memandang manusia tidak hanya harus bermanfaat bagi diri manusia sendiri sebagai individu, melainkan juga bagi orang lain, karena hidup yang manusia jalani pastinya selalu beririsan dengan kehidupan manusia lain di sekitarnya. Nilai-nilai itu selalu Itachi pegang, bahkan sejak ia masih berada dalam akademi ninja. Keinginannya untuk terus belajar dan mencari ilmu sebanyak-banyaknya demi kemajuan klan dan desa, adalah bentuk kesadarannya dalam memberikan manfaat yang tidak hanya teruntuk dirinya sendiri.

Itachi paham betul tanggungjawabnya sebagai penerus klan Uchiha, dan sebagai shinobi desa Konoha; oleh karena itu ia selalu menggeser kepentingan individu atau pun kepentingan segelintir kelompok, dan selalu mengutamakan kepentingan yang ia lakukan dapat membawa kemaslahatan bagi masyarakat desa.

Baca Juga  One Piece: Rakyat Dressrosa Mempertanyakan Kembali Apa Esensi Hadirnya Sebuah Negara

Salah satu kejadian yang membuktikannya memiliki kesalehan sosial adalah pada saat terjadinya konflik antara Klan Uchiha dan desa Konoha. Kisruh panjang yang tak selesai-selesai antara klan Uchiha dan desa Konoha memang saat itu membikin Itachi memiliki dilema yang nyaris membuatnya tak bisa berbuat apa-apa.

Di satu sisi, klannya adalah bagian dari jati diri yang ia punya, namun di sisi lain, desa adalah bagian penting dari jati diri yang ia miliki. Tanpa desa dan klan, dirinya tak mungkin bisa seperti yang Itachi bayangkan saat itu.

Itachi memandang Klan dan Desa sama-sama penting: keduanya adalah entitas yang patut dijaga untuk keberlangsungan hidup masyarakat Konoha. Tanpa klan, desa tidak mungkin bisa berdiri kokoh, karena klan sendiri adalah fondasi dari terbangunnya sebuah desa.

Namun, tanpa desa, klan hanyalah sebatas sekumpulan masyarakat nomaden yang tujuannya mengekspansi dan memerangi satu sama lain. Dengan desa, klan bisa membuat sebuah tujuan bersama dalam perdamaian kolektif sehingga menghindari situasi anarki yang memiliki sistem eliminasi. Namun, pemikiran rasional atas dasar kesalehan sosial yang Itachi miliki tidak digubris oleh pemimpin klan Uchiha yang sudah dipenuhi oleh kebencian. Atas dasar dendam dan diskriminasi yang dilakukan oleh desa, kemarahan klan Uchiha memang sudah tidak bisa terbendung lagi, sehingga jalan terakhir yang mereka tempuh adalah perlawanan terhadap Konoha melalui kudeta kepemimpinan.

Baca Juga  Analisis Politik Dinasti Dalam Kontestasi Pemilihan Hokage di Konoha

Itachi pun gusar, ia memang sempat bimbang, namun bisa jadi hal tersebut adalah bagian dari pengujian kesalehan sosial yang ia punya. Itachi memutuskan menghadapi ini dengan kepala dingin, ia mencoba mencari alternatif cara yang sekiranya bisa menghasilkan akhir yang paling baik bagi kedua belah pihak. Karena ia sendiri berpikir, apabila terjadi perang saudara, tidak hanya klan maupun pihak pemerintah desa yang terdampak, melainkan juga seluruh masyarakat Konoha. Pertumpahan darah tidak akan habis, dan pada akhirnya itu akan melebar menjadi Perang Dunia Ninja di mana Konoha sebagai episentrum dari wilayah peperangan.

Melihat situasi yang pada akhirnya hanya membawa pada kehancuran umat manusia, Itachi mencoba berbagai cara: bermain dua kaki, mengusahakan audiensi, hingga mempercayakannya kepada Uchiha Shisui.

Namun situasi politik yang kompleks antara kedua belah pihak membuat rencana-rencana itu hanya menjadi angan saja, dan hanya meninggalkan Itachi pada dua pilihan: bergabung bersama klan dan memicu perang saudara, atau bergabung bersama desa dengan membunuh seluruh anggota klan kecuali adiknya, sehingga bisa memberikan keberlangsungan kepada masyarakat banyak. Itachi menimbang dengan seksama, dan bisa jadi ia mungkin sempat bermunajat karena memahami bahwa pilihan yang akan diambilnya adalah sebuah pilihan yang salah. Tapi setidaknya pilihannya itu adalah bukti dari dirinya yang memetingkan kemaslahatan umum, bukan kepentingan kelompok.

Baca Juga  Kematian Kurama dan Bagaimana Kita Memaknai Duka

Dari sini Itachi mencoba berpikir logis, apabila ia menyelematkan desa, dan bertaruh nasibnya sebagai Uchiha, maka setidaknya ia bisa memberikan keselamatan kepada masyarakat desa dan juga adiknya, meski harus menghabisi seisi klan, yang termasuk kedua orang tuanya.

Tapi Itachi percaya, semua itu bisa diubah, dan meski jalan yang ia pilih memang adalah sebuah kesalahan, tetapi kesalahan itu akan tumbuh menjadi kebaikan bagi orang banyak, tidak hanya bagi Konoha, melainkan juga bagi klan Uchiha, meski saat itu ia harus menanggung semua dosanya sendirian. Pada akhirnya, Itachi memilih jalan terjal dengan bertanggungjawab penuh atas semua dosa-dosa yang dilakukan klan Uchiha maupun pemerintah Konoha pada masa itu.

Semua beban disematkan dalam pundak Itachi, dari stigma, dendam, hingga kebencian orang-orang termasuk adiknya, Sasuke-demi membiarkan nama klan dan desanya tidak terkotori sedikit pun. Meskipun sebenarnya kita sendiri tahu, perdamaian yang terjadi pada masa itu tak mungkin akan terwujud bila Itachi tidak berpasrah mengambil inisiatif atas dasar kesalehan sosialnya.

Penulis: Pikri Alamsyah